Analisis Yuridis Penafsiran Asas Hakim Pasif (Kajian Terhadap Yurisprudensi Makhamah Agung RI Nomor 339 K/Sip/1969 dan Yurisprudensi Makhamah Agung RI Nomor 556 K/Sip/1971)

Antari, Fianti Suci (2011) Analisis Yuridis Penafsiran Asas Hakim Pasif (Kajian Terhadap Yurisprudensi Makhamah Agung RI Nomor 339 K/Sip/1969 dan Yurisprudensi Makhamah Agung RI Nomor 556 K/Sip/1971). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai masalah Penafsiran Asas Hakim Pasif dalam Yurisprudensi di Indonesia dengan mengkaji Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 339 K/Sip/1969 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 556K/Sip/1971. Hal ini dilatarbelakangi dengan adanya asas hakim pasif dalam hokum acara perdata khususnya mengenai ruang lingkup gugatan yang harus ditentukan oleh para pihak dan bukan oleh hakim. Asas tersebut tercermin pada pasal 178 ayat (3) HIR/Pasal 189 ayat (3) R.Bg yang menyatakan bahwa hakim dilarang mengabukan hal hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang diminta. Dalam menafsirkan asas hakim pasif, khususnya yang terdapat pada Pasal 178 ayat (3)/Pasal 189 ayat (3) R.Bg terjadi dualisme. Pada kedua yurisprudensi yang dikaji juga menunjukkan adanya perbedaan dalam kaidah dasar pertimbangan. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 339K/Sip/1969 menyatakan bahwa “Putusan pengadilan negeri harus dibatalkan sebab putusannya menyimpang daripada yang dituntut dalam surat gugat, lagipula putusannya lebih menguntungkan pihak tergugat sedang sebenarnya tidak ada tuntutan rekonvensi”. Disisi lain, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 556K/Sip/1971 kaidah dasarnya menyatakan bahwa “Pengadilan dapat mengabulkan lebih dari yangdigugat, asal masih sesuai dengan kejadian material”. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap norma-norma yang ada dengan metode pendekatan analitis dan pendekatan kasus. Kemudian seluruh bahan hukum yang ada dianalisa dengan intepretasi sistematis. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban bahwa adanya perbedaan penafsiran asas hakim pasif disebabkan oleh perbedaan dalam menafsirkan Pasal 178 ayat (3) HIR/Pasal 189 ayat (3) R.Bg khususnya mengenai tuntutan subsidair ex aequo et bono. Disatu sisi, ada yang menafsirkan Pasal 178 ayat (3) HIR/Pasal 189 ayat (3) R.Bg secara baku dan hanya mempertimbangkan tuntutan primair tanpa mempertimbangkan tuntutan subsidair ex aequo et bono dan disisi lain, ditafsirkan secara bebas tapi terbatas yaitu memutus diluar petitum primair jika terdapat petitum subsidair ex aequa et bono akan tetapi masih sesuai dengan posita. Meskipun pasal 178 ayat (3) HIR/Pasal 189 ayat (3) R.Bg menyatakan bahwa hakim dilarang mengabulkan hal-hal yang tidak dituntut atau melebihi dari yang dituntut, akan tetapi perlu dipertimbangkan juga adanya tuntutan subsidair ex aequo et bono dalam gugatan sesuai dengan ketentuan Pasal 178 ayat (2) HIR yang menyatakan hakim harus mempertimbangkan seluruh gugatan. Menyikapi hal ini, Mahkamah Agung harus membuat batasan yang tegas mengenai asas hakim pasif khusunya yang mengenai ruang lingkup pokok gugatan. Selain itu, para pihak hendaknya membuat petitum secara jelas, terperinci dan konkrit.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2011/301/051105025
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 31 Jan 2012 10:31
Last Modified: 30 Mar 2022 01:09
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/111062
[thumbnail of 051105025.pdf]
Preview
Text
051105025.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item