Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum Menerapkan Pasal 351 KUHP Dalam Penuntutan Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga Setelah Diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Ten

Candrakirana, Ratih (2010) Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum Menerapkan Pasal 351 KUHP Dalam Penuntutan Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga Setelah Diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Ten. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis membahas “Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum Menerapkan Pasal 351 KUHP Dalam Penuntutan Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga Setelah Diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, dilatarbelakangi bahwa meskipun tidak secara terang disebutkan dalam UU KDRT, bahwa dengan diberlakukannya undang-undang ini, kemudian mencabut ketentuan mengenai penganiayaan dalam pasal 351 KUHP, atau melarang sama sekali penggunaan pasal 351 KUHP, namun berdasarkan asas lex posteriori derogat lex priori, dan asas lex specialis derogat lex generalis, maka seharusnya ketentuan pasal 351 KUHP tersebut sudah tidak dipergunakan lagi dalam penanganan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, yang berupa kekerasan fisik. Semua tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga seharusnya sudah mengerucut mengacu pada penggunaan pasal 44 UU KDRT. Namun dalam praktek, pasal 351 KUHP ini masih eksis dipergunakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam penuntutan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga.Dari latar belakang tersebut, maka penelitian yang dilakukan di Kejaksaan Negeri Mojokerto ini, bertujuan untuk mengetahui realita penuntutan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga setelah diberlakukannya UU KDRT, mendeskripsikan dan menganalisis dasar pertimbangan jaksa penuntut umum masih menerapkan pasal 351 KUHP dalam penuntutan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga setelah lima tahun diberlakukannya UU KDRT.Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses penanganan perkara KDRT, dibagi dalam 2 tahap, pada prinsipnya sama dengan proses penanganan perkara-perkara lain, namun sering terjadi prapenuntutan. KDRT adalah tindak pidana umum yang mempunyai sifat khusus yaitu rentan terjadi pencabutan laporan atau aduan. Penyimpangan terhadap asas lex posteriori derogat lex priori asas lex specialis derogat lex generalis dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa ternyata dalam penuntutan KDRT mengalami kendala, yaitu keraguan Jaksa Penuntut Umum dalam hal hubungan keluarga antara korban dan terdakwa dan kesulitan dalam menghadirkan saksi di persidangan. Masih diterapkannya pasal 351 KUHP dalam penuntutan KDRT, didasari beberapa faktor, sebagai berikut : 1. Faktor subyektif Jaksa Penuntut Umum, yaitu munculnya kekhawatiran Jaksa Penuntut Umum jika tidak dapat membuktikan dakwaannya. 2. Faktor substansial UU KDRT, yaitu ketika diterapkan masih menimbulkan permasalahan dalam kasus-kasus yang tidak ada referensi atau yurisprudensinya, sedangkan undang-undang juga tidak mengatur secara jelas. 3. Faktor budaya masyarakat, yaitu budaya masyarakat dalam hubungan keluarga/rumah tangga, masih menyulitkan untuk diterapkan secara mutlak.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2010/49/051000828
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 14 Apr 2010 13:57
Last Modified: 23 Mar 2022 04:36
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/110809
[thumbnail of 051000828.pdf]
Preview
Text
051000828.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item