Kajian Yuridis terhadap Surat Kuasa Penuh (Full Powers) menurut Pasal 7 Konvensi Wina 1969 : studi dalam Penandatanganan Memorandum of Understanding on Fisheries Cooperation dan Bilateral Arrangement

ReginaPatriciaMboeik (2008) Kajian Yuridis terhadap Surat Kuasa Penuh (Full Powers) menurut Pasal 7 Konvensi Wina 1969 : studi dalam Penandatanganan Memorandum of Understanding on Fisheries Cooperation dan Bilateral Arrangement. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai Kajian Yuridis Terhadap Surat Kuasa Penuh (Full Powers) Menurut Pasal 7 Konvensi Wina 1969. Saat ini ada kecenderungan masyarakat internasional untuk mengesampingkan pemberian Surat Kuasa Penuh padahal Konvensi Wina 1969 masih memandang Surat Kuasa Penuh sebagai satu-satunya instrumen untuk menunjukkan keabsahan seorang wakil atau delegasi negara dalam proses pembuatan dan atau penandatanganan perjanjian internasional. Indonesia sebagai negara bukan peserta Konvensi juga mengesampingkan pemberian Surat Kuasa Penuh bagi delegasinya dalam proses penandatanganan perjanjian kerja sama teknis sebagai pelaksanaan dari suatu perjanjian induk, hal ini dituangkan dalam pasal 7 ayat (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dengan demikian, muncul pertentangan antara isi pasal 7 ayat (1) Konvensi Wina 1969 dengan pasal 7 ayat (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000. Metode pendekatan penelitian bersifat yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) terhadap ketentuan hukum, baik internasional maupun nasional, tentang pemberian Surat Kuasa Penuh, pendekatan konsep (conseptual approach) terhadap teori-teori hukum, dan pendekatan kasus (case approach) untuk mengkaji penerapannya. Bahan-bahan hukum diolah dengan menggunakan teknik induksi, dan untuk menunjang pengkajian digunakan studi kasus dengan menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian, negara bukan peserta Konvensi Wina 1969 tetap dapat terikat pada hukum kebiasaan internasional yang mengatur pemberian Surat Kuasa Penuh yang dikodifikasikan dalam Konvensi Wina 1969. Sedangkan hal yang berkaitan dengan konsekuensi hukum terhadap perjanjian akibat pertentangan antara ketentuan hukum internasional dan nasional tidak diatur secara spesifik dalam Konvensi Wina 1969. Konsekuensi hukum dapat dilihat dalam pelaksanaannya dimana berdasarkan hukum kebiasaan internasional yang kini berkembang tidak lagi mempermasalahkan Surat Kuasa Penuh sehingga tidak membawa konsekuensi hukum pada perjanjian, walaupun dilakukan tanpa adanya Surat Kuasa Penuh. Terikatnya suatu negara pada hukum kebiasaan internasional sangat ditentukan oleh pernyataan negara untuk tunduk pada hukum kebiasaan internasional tersebut. Kewajiban internasional ini patut didahulukan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Masyarakat internasional saat ini cenderung untuk menaati hukum kebiasaan internasional karena sifatnya lebih dinamis dan lebih memenuhi kebutuhan hukum masyarakat internasional secara aktual.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2008/54/050800880
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 24 Mar 2008 08:59
Last Modified: 19 Oct 2021 02:14
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/110268
[thumbnail of 050800880.pdf]
Preview
Text
050800880.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item