Implementasi Pasal 47 ayat 2, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Terkait Publikasi Hasil Rekam Medis Pasien Pengidap HIV di Media Massa : studi di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful

FitriaWardhani (2008) Implementasi Pasal 47 ayat 2, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Terkait Publikasi Hasil Rekam Medis Pasien Pengidap HIV di Media Massa : studi di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Rekam medis merupakan bagian dari rahasia kedokteran yang kerahasiaannya harus tetap dijaga bahkan sampai pasien tersebut meninggal. Hal ini tertuang dalam sumpah hipocrates dan juga diatur dalam undang-undang. Pengungkapan rahasia medik saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial di kalangan masyarakat bahkan didalam lingkup medis itu sendiri. Padahal dokter memiliki kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran sehingga tidak boleh disebarkan tanpa seijin pasien yang bersangkutan. Seringkali baik secara sengaja maupun tidak disengaja, rahasia medik tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berkepentingan bahkan sampai ke media massa. Melihat fungsi media massa, terlihat jelas bagaimana sebuah media massa dapat memberikan pengaruh dan menciptakan suatu opini publik, sehingga hal-hal yang harus dirahasiakan tersebut kemudian menjadi konsumsi publik. Hal ini tentu saja sangat merugikan pasien yang bersangkutan karena media massa pada hakekatnya merupakan alat atau sarana komunikasi massa yang bertugas untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Oleh karena itu, sudah sepatutnya disadari bahwa apabila rahasia medik pasien sampai kepada media massa, maka hal tersebut akan menjadi konsumsi publik dan ini sangat bertentangan dengan pasal 47 ayat (2) undangundang Praktek Kedokteran. Rahasia medik sebagaimana tercantum di atas dalam hal ini adalah mengenai rekam medis. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis harus selalu dijaga kerahasiaanya. bahkan sampai pasien tersebut meninggal, tetap harus dijaga kerahasiaanya, ini tertuang dalam sumpah hipocrates dan juga ketetuan hukum formil. Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit dan isi rekam medis tersebut milik pasien. Pembeberan informasi dalam rekam medis tanpa seijin pasien merupakan pengungkapan rahasia kedokteran dan melanggar pasal 47 ayat 2 Undang-undang Praktek Kedokteran yang menyatakan bahwa : Rekam medis sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan. Permasalahan yang lebih kompleks timbul ketika menyangkut pasien dengan status HIV, yaitu pasien pengidap virus HIV. Adanya kewajiban untuk melaporkan pasien dengan penyakit menular sesuai dengan yang tertuang dalam Instruksi Men.Kes RI No.72/MenKes/II/1988 tentang kewajiban melaporkan penderita dengan gejala AIDS, tidak berarti mengabaikan hak-hak pribadi pasien yang bersangkutan. Karena di dalam petunjuk pelaksanaan instruksi tersebut yang dituangkan dalam keputusan DirJen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman No. 286-1/PPO304 tentang petunjuk pelaksanaan kewajiban melaporkan penderita dengan gejala AIDS, menekankan pada seluruh petugas kesehatan yang mengetahui dan menemukan pasien yang dimaksud, untuk tetap memperhatikan kerahasiaan pribadi penderitanya. Jadi meskipun HIV merupakan virus yang sangat berbahaya dan dapat mengancam kepentingan umum, tetap tidak dibenarkan untuk mengungkapkan identitas pasien yang bersangkutan terlebih sampai pada media massa. Berdasarkan ketentuan pasal 48 ayat 2 UUPK, dinyatakan bahwa rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Namun apabila kemudian terbukti bahwa dokter/dokter gigi membuka rahasia kedokteran diluar alasan yang telah ditetapkan menurut undang-undang, dapat dikenakan ancaman pidana satu (1) tahun kurungan atau denda paling banyak 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) berdasarkan pasal 79 butir c UUPK.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2008/328/050900643
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 19 Mar 2009 14:20
Last Modified: 18 Oct 2021 22:55
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/110228
[thumbnail of 050900643.pdf]
Preview
Text
050900643.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item