Visum et Repertum Psikiatrik Sebagai Suatu Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana di Pesidangan

QithFirulAzis (2008) Visum et Repertum Psikiatrik Sebagai Suatu Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana di Pesidangan. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai masalah Visum et Repertum Psikiatrik yang digunakan sebagai alat bukti dalam perkara pidana dalam persidangan. Hal ini dilatar belakangi karena kengintahuan bagaimana prosedur seseorang dikatakan menderita kelainan jiwa sehingga tidak dapat di pidana karena perbuatan tindak pidananya serta bagaimana hakim menerapkan asas ini dipandang dari sudut padang yuridis normatif bahwa seorang yang menderita kelainan jiwa harus bagaimana di perlakukan dimata hukum Indonesia. Adapun permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini yaitu 1. Bagaimana kekuatan alat bukti Visum et Repertum Psikiatrik dalam pembuktian perkara pidana di persidangan? 2. Apakah kekuatan alat bukti Visum et Repertum Psikiatrik sama dengan surat keterangan dokter dan kesaksian ahli yang bersangkutan dalam persidangan ?. sedangkan methode yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis Normatif karena hendak mengkaji sinkronisasi peraturan dan kajian kepustakaan tentang Visum et Repertum Psikiatrik dalam upaya sebagai alat bukti dalam perkara pidana di persidangan dalam hal ini didasari dari berbagai macam literatur buku serta peraturan menteri kesehatan RI NO.1993/Kdj/U/70 tentang perawatan penderita penyakit jiwa terutama pasal 15 sampai dengan pasal 23 serta KUHPidana pasal 44 sebagai pembanding tentang kemampuan bertanggung jawab seseorang dimuka Peradilan . Selain itu penulis juga menambahkan tentang fungsi keterangan ahli yang terdapat pada KUHAPidana pasal 1 butir 28, juga pasal 179 ayat 1 KUHAPidana.. Juga pasal 186 KUHA Pidana Keterangan ahli Ditambah juga pasal 184 tentang alat bukti yang sah dalam persidangan. Dengan penggunaan methode ini, permasalahan diatas akan dikaji melalui sejumlah peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang terkait dengan masalah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dari analisis bahan-bahan hukum selama ini penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu bahwa dalam penerapan pasal 44 KUHP tentang pertanggung jawaban orang yang menderita kelainan jiwa. Orang yang menderita kelainan jiwa harus di klasifikasikan terlebih dahulu sebelum seseorang itu ditentukan dapat bertanggung jawab atau tidak dan dalam proses penyidikan maupun persidangan penyidik maupun hakim harus meminta bantuan ahli yaitu dokter ahli jiwa maupun Psikiater untuk menguji keadaan jiwa seseorang tersebut. Selanjutnya bila dalam proses persidangan hakim memerlukan surat bukti maka hakim akan merujuk terdakwa ke Rumah Sakit Jiwa untuk dilakukan observasi tentang keadaan jiwanya oleh dokter setelah tahap observasi selesai dokter akan memberikan surat keterangan berupa Visum et Repertum Psikatrik maupun surat keterangan dokter yang berisi rekap medis tentang keadaan jiwa terdakwa. Yang berfungsi sebagai alat bukti dalam persidangan dan bahan pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara. Sehingga berdasarkan kenyataan ini penulis memberikan kesimpulan dan saran bahwa dalam proses penyidikan maupun pembuktian di persidangan dalam perkara terdakwa diduga atau menderita kelainan jiwa para penegak hukum harus teliti dan meminta bantuan ahli jiwa baik dokter maupun psikiater dalam proses penegaan hukum agar seadil-adilnya dan sebenar-benarnya dalam mengambil keputusan.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2008/188/050802392
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 28 Aug 2008 09:01
Last Modified: 18 Oct 2021 13:05
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/110081
[thumbnail of 050802392.pdf]
Preview
Text
050802392.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item