Perbandingan Hukum Antara Sherman Act dan Clayton Act dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Mengenai Tying Arrangement

DhilaHadiRilanda (2008) Perbandingan Hukum Antara Sherman Act dan Clayton Act dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Mengenai Tying Arrangement. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Penulisan skripsi ini dilatar-belakangi oleh adanya tindakan tying arrangement yang dilakukan oleh Microsoft, yang mana tindakan itu menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan pesaingnya khususnya para produsen software internet browser . Tujuan dalam penulisan skripsi ini yaitu menganalisis tying arrangement itu sendiri dan kasus tying arrangement yang dilakukan oleh Microsoft setelah itu merelevansikannya kedalam ranah hukum persaingan usaha Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif untuk meneliti aturan-aturan yang berhubungan dengan tying arrangement setelah itu dianalisa menggunakan metode content analysis (analisis isi) sehingga dapat memahami konsep tying arrangement secara jelas dan tidak lagi kabur ataupun ambigu yang nantinya berpotensi adanya celah bagi para pelaku usaha untuk lepas dari jeratan hukum. Perbandingan juga dilakukan untuk melihat bagaimana negara lain dalam hal ini Amerika Serikat mengatur larangan terhadap tying arrangement sehingga akan didapat perbedaan maupun persamaan dalam penormaan tying arrangement antara negara Amerika Serikat dan Indonesia . Kasus Microsoft dalam hal ini digunakan untuk mengkaji penanganan kasus tying arrangement yang terjadi di Amerika Serikat yang nantinya dapat dipergunakan sebagai informasi tambahan dalam skripsi ini. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh kesimpulan bahwa tidak semua tying arrangement adalah ilegal. Di Amerika Serikat tying arrangement diatur dalam dua Undang-Undang yaitu Sherman Act dan Clayton Act , tindakan tying arrangement baru dapat dikatakan ilegal jika memenuhi syarat-syarat yang bersifat kumulatif sebagai berikut: ada dua jenis produk berbeda,; penjual mensyaratkan atau mengkondisikan pembeli untuk membeli produk kedua dalam rangka mendapatkan produk pertama; penjual memiliki kekuatan pasar di pasar produk pertama atau produk pengikat; dan tindakan tying arrangement tersebut mengakibatkan pengaruh yang substansial terhadap pasar produk kedua. Sedangkan, jika melihat pada ketentuan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999, pelaku tying arrangement dapat dijerat dengan pasal 15 Ayat (2) tentang Perjanjian Tertutup, Pasal 19 butir b tentang Monopoli dan Pasal 25 tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan. Menyikapi dari fakta-fakta diatas, penulis berpendapat bahwa seharusnya KPPU sebagai pengawas persaingan usaha di Indonesia perlu membuat sebuah guideline atau pedoman khusus untuk perbuatan tying arrangement dan KPPU juga perlu lebih mensosialisasikan lagi mengenai perbuatan tying arrangement ini mengingat masih banyaknya masyarakat Indonesia dan para pelaku usaha di Indonesia yang tidak mengetahui tentang tying arrangement sehingga nantinya akan terjadi kesamaan persepsi yang diharapkan dapat menghindari terjadinya perbuatan tying arrangement di Indonesia.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2008/116/050801574
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 06 Aug 2008 15:53
Last Modified: 18 Oct 2021 11:42
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/110012
[thumbnail of 050801574.pdf]
Preview
Text
050801574.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item