Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi Yang Berlawanan Sebagai Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Penganiayaan : studi kasus di Pengadilan Negeri Kepanjen

BurhanNudinSasmito (2007) Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi Yang Berlawanan Sebagai Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Penganiayaan : studi kasus di Pengadilan Negeri Kepanjen. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Berdasarkan pasal 183 KUHAP Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada. Seperti halnya pada kasus penganiayaan dengan putusan No. 144/Pen.Pid/2007/PN Kepanjen yang dikaji oleh penulis, Pembuktian merupakan suatu tahapan yang sangat signifikan mempengaruhi nasib Terdakwa, apakah ia terbukti bersalah dan dengan demikian dapat dijatuhi pidana, atau justru sebaliknya tidak terbukti bersalah sehingga dapat dibebaskan dari penghukuman. Sistem pembuktian Indonesia yang menganut keyakinan hakim berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ternyata masih memiliki kelemahan. Pada akhirnya, Hakimlah yang memegang keputusan atas bersalah atau tidaknya Terdakwa, dimana hakim berkuasa untuk menganggap bahwa alat-alat bukti yang diajukan dapat meyakinkan dirinya atas kebenaran suatu perkara atau tidak. Hal ini membawa permasalahan tersendiri, dimana tujuan pencapaian kebenaran materil atas suatu perkara terkadang menjadi bias karena kekuasaan untuk menentukan kesalahan Terdakwa pada dasarnya hanya berada di tangan majelis hakim. Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka timbul beberapa permasalahan yaitu yang pertama bagaimana kekuatan pembuktian kesaksian apabila terdapat kesaksian yang berlawanan dan apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada kasus tindak pidana penganiayaan jika terdapat kesaksian yang berlawanan. Untuk mempermudah permasalahan yang ada, maka penulis merumuskan metodologi penelitian sebagai berikut : metode pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Kabupaten Malang di Kepanjen. Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer yang berupa wawancara dengan responden, dan data sekunder yang diperoleh dari literature-literatur yang mendukung. Sedangkan teknik pengumpulan data adalah dengan cara interview. Selanjutnya berdasarkan data-data tersebut dilakukan teknik pengolahan data berdasarkan deskriptif analisis sehingga ditemukan kesimpulan atas permasalahan yang ada. Kesimpulan dari skripsi ini adalah seorang hakim dapat memutus perkara berdasarkan minimal dua alat bukti (syarat minimum pembuktian). Selanjutnya dengan berbekal alat bukti yang diketemukan itu, hakim tersebut akan memperoleh keyakinan bahwa memang telah terjadi suatu tindak pidana. Jadi dengan dua alat bukti tersebut belumlah cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang, karena masih diperlukan keyakinan hakim atas dua alat bukti yang dihadirkan di sidang pengadilan. Jika dengan minimal dua alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan, maka berdasarkan pasal 183 dan 184 KUHAP pelaku tindak pidana dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi sebaliknya, meskipun alat bukti bertumpuk-tumpuk tetapi keyakinan hakim tidak terbentuk, maka terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan perundanganundangan yang berlaku.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2007/317/050800078
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 23 Jan 2008 10:13
Last Modified: 29 Oct 2021 01:30
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/109951
[thumbnail of 050800078.pdf]
Preview
Text
050800078.pdf

Download (1MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item