Analisis Yuridis Terhadap Pasal 16 Ayat (1) Juncto Pasal 9 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Mengenai Ketentuan Wajib Lapor Membawa Uang Tunai Kepada Ditjen Bea dan Cukai

DanyMulyantoro (2007) Analisis Yuridis Terhadap Pasal 16 Ayat (1) Juncto Pasal 9 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Mengenai Ketentuan Wajib Lapor Membawa Uang Tunai Kepada Ditjen Bea dan Cukai. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis terhadap rumusan Pasal 16 Ayat (1) juncto Pasal 9 UU No. 25 Tahun 2003 mengenai ketentuan wajib lapor membawa uang tunai kepada Ditjen Bea dan Cukai. Hal ini dilatarbelakangi dampak yang dapat dimunculkan tindak pidana pencucian uang bagi perekonomian, pembawaan uang tunai sebagai salah satu titik lemah praktek pencucian uang, serta peraturan perundangan, yakni UU No. 25 Tahun 2003, dalam perumusan pasal-pasalnya masih memiliki banyak celah hukum (loopholes) sehingga dapat berdampak pada tidak efektifnya upaya pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Untuk menemukan kelemahan-kelemahan kedua pasal tersebut serta menentukan pengaturan yang seharusnya ketentuan wajib lapor membawa uang tunai itu kepada Ditjen Bea dan Cukai, dipergunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu melalui pendekatan perundangan-undangan (statute approach) dan perbandingan (comparative approach). Bahan hukum pada penelitian ini berasal dari dari perundang-undangan, literatur, karya ilmiah, majalah, koran dan berbagai kajian hukum yang terkait dengan permasalahan. Berbagai bahan hukum yang telah terkumpul tersebut dianalisa secara deduktif, dengan mempergunakan penafsiran logis terhadap perumusan kedua pasal tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kelemahan dalam pengaturan ketentuan wajib lapor membawa uang tunai Pasal 16 Ayat (1) Juncto Pasal 9 itu diantaranya 1). Terkait dengan pembatasan “uang tunai” sebagai satu-satunya objek pelaporan kepada Ditjen Bea dan Cukai, yaitu bersifat tidak antisipatif dan terkesan mengesampingkan perkembangan sistem perekonomian 2). Terkait batasan jumlah uang (objek) yang wajib dilaporkan, yaitu dalam perumusan kalimatnya yang memunculkan beragam penafsiran 3). Terkait ancaman pidana dan pertanggungjawaban pidana (bagi) korporasi, yaitu perumusan pidana pengganti berupa penjara dalam pasal 11 ayat (1) serta pidana tambahan Pasal 5 ayat (2) banyak memunculkan keinkonsistensian dengan pasal-pasal yang lain. Sedangkan pengaturan yang seharusnya dari ketentuan wajib lapor membawa uang tunai dalam undang-undang itu, dapat ditentukan 1). Memperluas objek pelaporan, yaitu dengan mempergunakan kata “harta kekayaan” 2). Memperjelas makna jumlah batasan objek pelaporan, yaitu lebih bersifat antisipatif terhadap tindak pidana pencucian uang jika secara kumulatif 3). Menyempurnakan rumusan ancaman pidananya, yaitu pidan pengganti dalam Pasal 11 Ayat (1) dan pidana tambahan Pasal 5 Ayat (2) sehingga konsisten dengan pasal-pasal yang lain. Menyikapi berbagai fakta di atas, maka memang perlu untuk segera dilakukan pengkajian ulang terhadap keseluruhan materi dalam UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tersebut, karena banyak keinkonsistensian antar pasal dan celah hukum (loopholes) yang ditemukan.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FH/2007/050702582
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id
Date Deposited: 28 Sep 2007 00:00
Last Modified: 28 Oct 2021 06:08
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/109838
[thumbnail of 050702582.pdf]
Preview
Text
050702582.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item