CahyaningrumIkaDewanti (2009) Urgensi Penandatanganan Perjanjian Kredit Perbankan Oleh Suami atau Istri Debitur Terkait dengan Jaminan Harta Bersama (Kajian Yuridis Pasal 1320 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 36. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Latar belakang skripsi ini adalah adanya ketentuan internal bank, bahwa Perjanjian Kredit harus ditandatangani oleh suami/istri debitur sebelum dilakukan pencairan kredit. Ketentuan ini tidak diatur dalam UU Perbankan maupun peraturan pelaksana yang dikeluarkan Bank Indonesia, sehingga bank mengacu pada peraturan lainnya yang berhubungan dengan aspek hukum pemberian kredit, dimana ketentuan tersebut kadangkala juga berisi norma yang bersifat terbuka dan multitafsir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui,mendeskripsikan dan menganalisis urgensi penandatanganan Perjanjian Kredit oleh suami/istri debitur terkait dengan jaminan harta bersama khususnya bila dikaji berdasarkan kesesuaiannya dengan Pasal 1320 Ayat 1 KUHPerdata, Pasal 36 Ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 serta akibat hukum dari perjanjian kredit terkait dengan penjaminan harta bersama yang tidak ditandatangani oleh suami/istri debitur. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif karena meneliti dan membahas permasalahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 1320 Ayat 1 KUHPerdata, Pasal 36 Ayat 1 UU No.1 Tahun 1974, serta teori-teori yang relevan dengan permasalahan. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach), kemudian bahan-bahan hukum dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan bantuan interpretasi gramatikal dan sistematis. Berdasarkan hasil pembahasan, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang dikaji, bahwa ketentuan penandatanganan perjanjian kredit oleh suami/istri debitur terkait dengan harta bersama adalah sesuai dengan Pasal 1320 Ayat 1 KUHPerdata dan Pasal 36 Ayat 1 UU No.1 Tahun 1974. Penandatanganan sebagai bentuk persetujuan tegas antara suami dan istri dalam melakukan perbuatan hukum perjanjian kredit, karena berkaitan dengan penetapan adanya tanggung jawab bersama antara suami dan istri terhadap kredit dan kewenangan debitur untuk menjaminkan harta bersama sebagai jaminan kredit. Akibat dari tidak ditandatanganinya Perjanjian Kredit oleh suami/istri debitur adalah pihak yang merasa dirugikan dapat meminta agar perjanjian kredit dibatalkan. Dengan adanya cacat hukum pada perjanjian kredit, maka perjanjian pengikatan jaminan sebagai perjanjian assessoir tidak dapat dilaksanakan. Maka, urgensinya adalah demi menjamin keamanan bank dalam menjalankan kegiatan perkreditannya. Sebaiknya disusun suatu ketentuan perbankan tentang Perjanjian Kredit, bank harus menerapkan ketentuan penandatanganan Perjanjian Kredit secara konsisten serta melakukan cara-cara dalam pemberian kredit untuk meminimalisir resiko. Bagi debitur, apabila suami atau istrinya berhalangan hadir saat pembuatan Perjanjian Kredit, sebaiknya membuat surat persetujuan yang bersifat otentik agar kredit dapat dicairkan.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FH/2009/156/050901832 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Unnamed user with email repository.ub@ub.ac.id |
Date Deposited: | 09 Jul 2009 09:59 |
Last Modified: | 19 Oct 2021 03:30 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/110373 |
Preview |
Text
050901832.pdf Download (1MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |